Hari
Ahad telah tiba. Jarum jam di dinding ruang tamu menunjukkan pukul 03.10 WIB.
Pak Nur baru saja bangun. Setelah minum satu gelas air putih hangat, dia
pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil dan wudhu.
Wabah
corona yang mulai menyebar di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta membuat Pak Nur
semakin rajin melaksanakan shalat tahajud. Bila pada hari sebelum-sebelumnya,
ia hanya mengerjakan tiga atau lima raka’at saja, maka saat ini ia berusaha
penuh 11 raka’at. Baginya, doa seusai shalat tahajud adalah senjata yang ampuh
untuk menghadapi wabah corona, di samping ikhtiar menjaga jarak dengan siapapun,
dengan selalu berada di rumah.
Waktu
shubuh tinggal sepuluh menit lagi. Pak Nur menuju ruang tamu untuk mengambil
HP-nya yang ditaruh tadi malam sebelum tidur. Matanya terbelalak melihat meja
tamu. HP-nya tidak ada!
Memang
tidak biasanya Pak Nur meletakkan HP-nya di meja tamu. Biasanya ia meletakkan
HP di rak samping tempat tidur, karena sebagai alarm untuk bangun tidur. Fikiran
Pak Nur mulai risau. Baginya, HP adalah benda berharga yang harus dijaga.
Waktu
shubuh telah tiba. Adzan shubuh berkumandang meskipun tidak untuk memanggil
warga shalat jamaah ke masjid. Adzan dikumandangkan sebagai penanda waktu
Shubuh telah tiba. Sudah dua hari ini, pengurus takmir masjid Al Huda di
dusunnya mengumumkan penutupan masjid untuk kegiatan shalat jamaah. Tentu saja
dalam rangka mencegah penyebaran virus corona.
Fikiran
Pak Nur kembali tenang. Seperti biasa, ia yakin ada solusi dari masalah yang
sedang dihadapinya. Ia melihat jendela dan pintu rumah. Tidak ada yang rusak
dan terbuka. Berarti tidak ada pencuri yang masuk ke rumah tadi malam.
Sedangkan di rumah hanya ada istri dan tiga anak perempuannya.
Kakak
Falihah, anak pertamanya sudah bangun sebelum Shubuh juga. Ia sempat melaksanakan
shalat tahajud meskipun hanya lima rakaat. Anak keduanya, Fathiyyah, ia
bangunkan setelah adzan selesai berkumandang. Sementara itu, anak ragilnya, Dik
Fathimah, ia biarkan terlelap dalam tidur.
Seusai
melaksanakan shalat Fajar, Pak Nur mengumandangkan iqomat di ruang tengah. Falihah
dan Fathiyyah mengikuti di belakangnya. Sedangnya Bu Wijayati, istrinya tidak
ikut shalat karena sedang haid. Seperti biasa, seusai shalat Shubuh, Pak Nur
memimpin dzikir pagi bersama keluarganya.
Seusai
dzikir pagi, masing-masing berpencar. Pak Nur kembali ke kamar pakaian yang
sekaligus menjadi ruang kerjanya selama bekerja dari rumah. Pak Nur tidak
memberitahu siapapun bila HP-nya tidak ada. Ia sudah memiliki sebuah rencana,
yaitu menanyai satu-persatu dari ketiga anaknya dan istrinya.
Pukul
05.45, Pak Nur menuju dapur. Istrinya sedang di depan kompor memasak sayur. Pak
Nur menuju tempat cucian gelas dan piring. Sambil mencuci gelas yang kotor, ia
bertanya kepada istrinya. “Bu, tahu HP Bapak tidak ya, di ruang tamu?” Istrinya
menjawab, “HP Bapak tidak ada? Lho kok di ruang tamu? Biasanya kan Bapak taruh
di rak samping tempat tidur?”
“Iya,
Bu. Tadi malam saya letakkan di meja tamu. Lupa tidak saya bawa ke kamar tidur.
Kok, tadi saya lihat sebelum Shubuh, sudah tidak ada ya?”, kata Pak Nur. “Tadi
malam Ibu tidur awal lho, sekitar jam 20. Bapak masih di ruang tamu
sepertinya”, sambung Bu Wijayati. “Iya, Bapak menuju tempat tidur sekitar jam
21. Anak-anak sepertinya masih bangun menonton laptop” Kata Pak Nur mengakhiri
pembicaraannya.
Seusai
mandi pagi, sekitar pukul 06.30, Pak Nur menemui Kakak Falihah yang sedang
mencuci pakaian di belakang rumah. “Kakak Falihah tahu HP-nya Bapak tidak ya?”,
tanyanya. “Lho, HP-nya ditaruh di mana Pak? Pasti bapak lupa menaruhnya”,
sambung Falihah sambil tersenyum menggoda.
“Tadi
malam saya letakkan di meja tamu. Bapak lupa tidak membawanya ke kamar tidur.
Tadi pagi sebelum Shubuh kok sudah tidak ada ya”, kata Pak Nur. “Tadi malam
Kakak mengerjakan apa?”, tanyanya. Falihah menjawab, “Mengerjakan tugas Bahasa
Jawa Pak. Mengetik dengan laptop”. “Oh ya sudah jika begitu. Makasih ya Kakak”,
Pak Nur menutup pembicaraan dengan Falihah. Kakak Falihah melihat Pak Nur pergi
dengan tersenyum-senyum.
Selanjutnya
Pak Nur mencari Fathiyyah. Ternyata Fathiyyah sedang berada di halaman depan
rumah, menyiram tanaman. “Kakak Fathiyyah, rajin sekali. Bagus, lanjutkan ya!”,
Pak Nur menyapa. “Siap, Pak! Semangat
dong”, sahut Fathiyyah. “Kakak Fathiyyah tahu HP Bapak tidak ya?”, Tanya Pak
Nur. “Lho, HP Bapak hilang? Kan biasanya ada di kamar Bapak”, jawab Fathiyyah.
“Iya,
semalam Bapak letakkan di ruang tamu. Terus Bapak ke kamar tidur, lupa tidak
dibawa”, kata Pak Nur. “Maaf ya Pak, saya juga tidak tahu. Tadi setelah Shubuh,
saat menyapu lantai rumah, saya juga tidak melihat HP Bapak di meja tamu”,
lanjut Fathiyyah. “Iya Kak. Sejak sebelum Shubuh, sudah tidak ada,” kata Pak
Nur.
“”Tadi
malam, Kakak Fathiyyah main di mana?”, tanya Pak Nur. “saya di kamar Pak.
Nonton laptop, terus tidur”, jawab Fathiyyah.
Pak
Nur mulai bingung. Istri dan kedua anaknya yang besar, tidak ada yang tahu.
“Mungkinkah Dik Fathimah yang mengambilnya?”, batinnya. Waktu sudah menunjukkan
pukul 07.00. Dik Fathimah masih terlelap di tempat tidur. “Adik Fathimah, ayo
bangun. Sudah siang lho…”, kata Pak Nur. Pak Nur butuh waktu sekitar 10 menit
untuk membangunkan Dik Fathimah.
“Adik
tadi malam main di ruang tamu ya?” Tanya
Pak Nur. “Iya Pak”, jawab Fathimah. “Main apa di ruang tamu? Sendirian?”, tanya
Pak Nur lagi. “Tadi malam main rumah-rumahan. Memakai mainan yang ada di
keranjang ruang tamu”, jawab Fathimah lugu.
Nah
ini dia, batin Pak Nur. “Adik lihat HP Bapak di meja tamu?”, ia mulai fokus ke
HP-nya. “Aduh Pak, Adik tidak tahu ya. Adik tidak memperhatikan meja tamu. Adik
mainnya di lantai kok”, jawab Fathimah.
Pak
Nur semakin bingung. Bu Wijayati yang diam-diam mendengarkan interogasi Pak Nur
kepada ketiga anaknya, tersenyum ringan. “Biar Bapak kapok, tidak sibuk main HP
saja”, batinnya.
Melihat
istrinya tersenyum-senyum, Pak Nur heran. “Lho, Ibu kok malah tersenyum-senyum?
Ibu yang mengambil ya?”, Tanya Pak Nur. “Makanya Bapak harus bertaubat. Tidak
sibuk bermain HP, sementara anak-anak bermain tidak ada yang mendampingi”,
jawab Bu Wijayati sambil mengangkat pakaian untuk dijemur di halaman rumah.
Pak
Nur mencoba meredakan emosinya. Ia mengambil wudhu di kamar mandi, kemudian
mengerjakan shalat Dhuha empat rakaat. Seusai shalat Dhuha, Pak Nur berfikir
agak lama. Akhirnya, ia yakin telah menemukan siapa yang mengambil HP-nya. Ia
pun berucap lirih, “Astaghfirullaah…”.